Puasa Sunnah Rasulullah SAW


Shaum atau dikenal dengan puasa, adalah salah satu ibadah utama yang sering dicontohkan Rasulullah SAW. Berdasarkan hukumnya, shaum sendiri terbagi kedalam 4 golongan, yaitu shaum wajib, shaum sunnah, shaum, makruh, dan shaum haram. Dalam artikel kali ini, akan diuraikan secara singkat mengenai shaum sunnah. Pada prinsipnya, shaum dapat dilakukan pada hari apa saja, selain 2 hari raya dan 3 hari tasyrik, asalkan tidak dikhususkan pada satu hari tertentu. Namun, ada beberapa shaum sunnah yang lazim dikenal dan tercantum dalam hadits-hadits Rasulullah SAW. Shaum-shaum tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Shaum Daud
    Shaum ini adalah shaum yang dicontohkan pertama kali oleh Nabi Daud a.s.
    Cara shaum: shaum berselang seling, maksudnya satu hari shaum, satu hari tidak, demikian seterusnya dengan konsisten
    Waktu: bisa kapan saja, asalkan bukan pada hari yang diharamkan untuk shaum, seperti 2 hari raya (Idul Fitri & Idul Adha) dan 3 hari tasyrik (11,12,13 Dzulhijjah)
    Hikmah: memiliki keutamaan karena sifat seimbangnya dan konsistensi pelaksanaannya
  2. Shaum Arafah
    Shaum ini dilakukan oleh muslim yang tidak sedang melaksanakan wukuf di Arafah pada saat ibadah haji
    Cara shaum: sama seperti shaum biasa
    Waktu: pada tanggal 9 Dzulhijjah (pada saat saudara muslim yang sedang beribadah haji menjalankan wukuf Arafah)
    Hikmah: jika dilakukan dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh karena mengharap ridho Allah SWT, dapat menghapus dosa-dosa kecil 1 tahun sebelum shaum dan 1 tahun setelah shaum
  3. Shaum 6 hari di bulan Syawal
    Shaum ini dilakukan pasca shaum wajib Ramadhan pada bulan Syawal
    Cara shaum: dilakukan selama 6 hari (tidak harus berurutan) dalam bulan Syawal
    Waktu: hanya pada hari-hari selama bulan Syawal
    Hikmah: yang melaksanakan shaum 6 hari di bulan Syawal setelah shaum Ramadhan maka pahalanya sama dengan jika shaum selama 1 tahun penuh
  4. Shaum hari Senin dan Kamis
    Shaum sunnah rutin yang dilakukan setiap hari Senin dan Kamis
    Cara shaum: sama seperti shaum biasa
    Waktu: hanya boleh pada hari Senin dan Kamis, tidak boleh hanya selalu Senin atau selalu Kamis saja
    Hikmah: menambah derajat kemuliaan, karena amal manusia ditunjukkan pada Allah setiap Senin dan Kamis
  5. Shaum pada 10 hari pertama bulan Dzulhijah
    Shaum yang dilakukan pada 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah
    Cara shaum: sama seperti shaum biasa
    Waktu: hanya pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, kecuali pada tgl 10 Dzulhijjah (hari raya Idul Adha)
    Hikmah: Allah SWT sangat menyukai amal shalih yang dilakukan pada 10 hari tersebut, salah satunya shaum.
  6. Shaum Ayyamul Bidh
    Shaum ayyamul bidh adalah shaum 3 hari setiap bulan.
    Cara shaum: dilakukan dalam 3 hari berurutan
    Waktu: pada hari ketiga belas, keempat belas, dan kelima belas setiap bulan, kecuali hari tasyrik (13 Dzulhijjah)
    Hikmah: berpeluang mendapat pahala seperti shaum selama setahun
  7. Shaum ‘Asyura dan Tasu’a
    Shaum ‘Asyura adalah shaum pada tanggal 10 Muharram, dan Tasu’a adalah shaum pada tanggal 9 atau 11 Muharram.
    Cara shaum: sama seperti shaum biasa
    Waktu: tanggal 9 dan 10 Muharram, atau tanggal 10 dan 11 Muharram
    Hikmah: shaum ‘Asyura akan menghapus dosa-dosa kecil setahun yang lalu
  8. Shaum di bulan Muharram
    Shaum sunnah yang dilakukan di sepanjang bulan Muharram, bukan hanya pada ‘Asyura saja (10 Muharram)
    Cara shaum: sama seperti shaum biasa
    Waktu: sepanjang bulan Muharram
    Hikmah: menurut Rasulullah SAW, shaum di bulan Muharram adalah yang paling utama setelah Ramadhan
  9. Shaum di bulan Sya’ban
    Shaum yang dilakukan di sepanjang bulan Sya’ban, tapi tidak seluruh hari
    Cara shaum: sama seperti shaum biasa
    Waktu: hari-hari dalam bulan Sya’ban, kecuali tgl 30 Sya’ban (Yaumul Syak) karena saat itu meragukan antara masuk Ramadhan atau belum, namun menurut imam Syafi’i, jika shaum sunnah lainnya jatuh bertepatan pada Yaumul Syak, maka tidak mengapa dilakukan
    Hikmah: Rasulullah SAW melakukan shaum sunnah lebih sering di bulan Sya’ban ketimbang bulan lainnya (kecuali Ramadhan)
  10. Shaum untuk pemuda yang belum menikah
    Shaum ini dilakukan sebagai pengingat diri pada pemuda yang memiliki syahwat tinggi tapi belum menikah.
    Cara shaum: sama seperti shaum biasa
    Waktu: setiap saat kecuali pada hari-hari yang diharamkan untuk shaum
    Hikmah: sebagai perisai dari godaan syahwat yang sangat kuat pada pemuda yang belum menikah.


Makna Surat Al-Fatihah



Makna Surat Al-Fatihah


Arti: Pembukaan | Nama lain: Fatihatul Kitab, Ummul Qur'an, Ummul Kitab, as-Sab'ul Masani, al-Kanz, al-Wafiyah, al-Kafiyah, al-Asas, asy-Syafiyah, al-Hamd, as-Shalah, al-Ruqyah, asy-Syukru, ad-Du'au, asy-Syifa, al-Waqiyah | Klasifikasi: Makkiyah, Madaniyah | Surah ke 1 | Juz: Juz 1 

Surah Al-Fatihah (Arab: الفاتح , al-Fātihah, "Pembukaan") adalah surah pertama dalam al-Qur'an. Surah ini diturunkan di Mekah dan terdiri dari 7 ayat. 
Al-Fatihah merupakan surah yang pertama-tama diturunkan dengan lengkap diantara surah-surah yang ada dalam Al-Qur'an. 

Surah ini disebut Al-Fatihah (Pembukaan), karena dengan surah inilah dibuka dan dimulainya Al-Quran. Dinamakan Ummul Qur'an (induk Al-Quran/أمّ القرءان) atau Ummul Kitab (induk Al-Kitab/أمّ الكتاب) karena dia merupakan induk dari semua isi Al-Quran. Dinamakan pula As Sab'ul matsaany (tujuh yang berulang-ulang/السبع المثاني) karena jumlah ayatnya yang tujuh dan dibaca berulang-ulang dalam shalat.

Nama Lain Surat Al-Fatihah

Selain dinamai Al-Fatihah (Pembuka), surah ini sering juga disebut Fatihatul Kitab (Pembukaan Kitab), Ummul Kitab (Induk Kitab), Ummul Qur'an (Induk Al-Qur'an), As-Sabu'ul Matsani (Tujuh yang Diulang). 

Selain keempat sebutan tersebut, banyak ulama tafsir yang menyebutnya dengan: Ash-Shalah (Arab: الصلاة, Shalat), al-Hamd (Arab: الحمد, Pujian), Al-Wafiyah (Arab:الوافية, Yang Sempurna), al-Kanz (Arab: الكنز, Simpanan Yang Tebal), asy-Syafiyah (Yang Menyembuhkan), Asy-Syifa (Arab: الشفاء, Obat), al-Kafiyah (Arab: الكافية, Yang Mencukupi), al-Asas (Pokok), al-Ruqyah (Mantra), asy-Syukru (Syukur), ad-Du'au (Do'a), dan al-Waqiyah (Yang Melindungi dari Kesesatan)

Al-Fatihah dalam Shalat

Al-Fatihah merupakan satu-satunya surah yang dipandang penting dalam shalat. Shalat dianggap tidak sah apabila pembacanya tidak membaca surah ini, 
" Tidak sah shalat seseorang jika tidak membaca Al-Fatihah" (HR. Muslim dan Abu 'Awanah)


Dalam hadits dinyatakan bahwa shalat yang tidak disertai al-Fatihah adalah shalat yang "buntung" dan "tidak sempurna", (HR. Muslim dan Abu 'Awanah) Walau begitu, hal tersebut tidak berlaku bagi orang yang tidak hafal Al-Fatihah. Dalam hadits lain disebutkan bahwa orang yang tidak hafal Al-Fatihah diperintahkan membaca:

"Maha Suci Allah, segala puji milik Allah, tidak ada tuhan kecuali Allah, Allah Maha Besar, tidak ada daya dan kekuatan kecuali karena pertolongan Allah." 
(HR. Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Hakim, Thabarani, dan Ibnu Hibban. Disahkan oleh Hakim dan disetujui Dzahabi. Baca Al-Irwa' Hadits no. 303)


Dalam pelaksanaan shalat, Al-Fatihah dibaca setelah pembacaan Doa Iftitah dan dilanjutkan dengan "Amin" dan kemudian membaca ayat atau surah al-Qur'an (pada rakaa'at tertentu). Al-Fatihah yang dibaca pada rakaat pertama dan kedua dalam shalat, harus diiringi dengan ayat atau surah lain al-Qur'an. Sedangkan pada rakaat ketiga hingga keempat, hanya Al-Fatihah saja yang dibaca, (HR. Ibnu Majah dengan sanad shahih. Baca Al-Irwa' Hadits no.506)

Disebutkan bahwa pembacaan Al-Fatihah seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad adalah dengan memberi jeda pada setiap ayat hingga selesai membacanya (HR. Abu Dawud dan dan Sahmi, disahkan oleh Hakim dan disetujui oleh Dzahabi. Baca Al-Irwa' Hadits no. 343. Diriwayatkan pula oleh 'Amr ad-Dani dalam Kitab Muktafa 5/2).


misal: Bismillāhir rahmānir rahīm (jeda) Alhamdu lillāhi rabbil ʿālamīn (jeda) Arrahmānir rahīm (jeda) Māliki yaumiddīn (jeda) dan seterusnya.
Selain itu, kadang bacaan Nabi Muhammad pada ayat Maliki yaumiddīn dengan ma pendek dibaca Māliki yaumiddīn dengan ma panjang. (HR. Tamam ar-Razi dalam Al-Fawaaid, Ibnu Abu Dawud dalam Al-Mushahif 7/2, Abu Nu'aim dalam Akhbaari Asbahan 1/104, dan Hakim, disahkan oleh Hakim dan disetujui Dzahabi.)

Dalam shalat, Al-Fatihah biasanya diakhiri dengan kata "Amin". "Amin" dalam shalat Jahr biasanya didahului oleh imam dan kemudian diikuti oleh makmum. Pembacaan "Amin" diharuskan dengan suara keras dan panjang, (HR. Bukhari dan Abu Dawud dengan sanad sahih.)


Dalam hadits disebutkan bahwa makmum harus mengucapkan "amin" karena malaikat juga mengucapkannya, sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa "amin" diucapkan apabila imam mengucapkannya.[11]

Pembacaan Al-Fatihah dan surah-surah lain dalam shalat ada yang membacanya keras dan ada yang lirih. Hal itu tergantung dai shalat yang sedang dijalankan dan urutan rakaat dalam shalat. Shalat yang melirihkan seluruh bacaannya (termasuk Al-Fatihah dan surah-surah lain) dari awal hingga akhir shalat, disebut Shalat Sir (membaca tanpa suara). Shalat Sir contohnya adalah Shalat Zuhur dan Shalat Ashar dimana seluruh bacaan shalat dalam shalat itu dilirihkan. 


Selain shalat Sir, terdapat pula shalat Jahr, yaitu shalat yang membaca dengan suara keras. Shalat Jahr contohnya adalah shalat Subuh, shalat Maghrib, dan shalat Isya'. Dalam shalat Jahr yang berjamaah, Al-Fatihah dan surah-surah lain dibaca dengan keras oleh imam shalat. Sedangkan pada saat itu, makmum tidak diperbolehkan mengikuti bacaan Imam karena dapat mengganggu bacaan Imam dan hanya untuk mendengarkan.Makmum dipererbehkan membaca (dengan lirih) apabila imam tidak mengeraskan suaranya, (Muhammad Nashrudin Al-Albani. Sifat Shalat Nabi) 

Sementara dalam Shalat Lail, bacaan Al-Fatihah diperbolehkan membaca keras dan diperbolehkan lirih, hal ini seperti yang tertera dalam hadits:

"Rasulullah bersabda, "Wahai Abu Bakar, saya telah lewat di depan rumahmu ketika engkau shalat Lail dengan bacaan lirih." Abu Bakar menjawab, "Wahai Rasulullah, Dzat yang aku bisiki sudah mendengar." Beliau bersabda kepada Umar, "Aku telah lewat di depan rumahmu ketika kamu shalat Lail dengan bacaan yang keras." Jawabnya, "Wahai Rasulullah, aku membangunkan orang yang terlelap dan mengusir setan." Nabi SAW. bersabda, "Wahai Abu Bakar, keraskan sedikit suaramu." Kepada Umar beliau bersabda, "Lirihkan sedikit suaramu." (HR. Abu Dawud dan Hakim, disahkan oleh Hakim dan disetujui Dzahabi.)

Muqaddimah Surat Al-Fatihah


Surat Al-Fatihah (Pembukaan) yang diturunkan di Mekah dan terdiri dari 7 ayat adalah surat yang pertama-tama diturunkan dengan lengkap diantara surat-surat yang ada dalam Al Quran dan termasuk golongan surat Makkiyyah. Surat ini disebut Al Faatihah (Pembukaan), karena dengan surat inilah dibuka dan dimulainya Al Quran. Dinamakan Ummul Quran (induk Al Quran) atau Ummul Kitaab (induk Al Kitaab) karena dia merupakan induk dari semua isi Al Quran, dan karena itu diwajibkan membacanya pada tiap-tiap sembahyang.


Dinamakan pula As Sab'ul matsaany (tujuh yang berulang-ulang) karena ayatnya tujuh dan dibaca berulang-ulang dalam sembahyang.


Surat ini mengandung beberapa unsur pokok yang mencerminkan seluruh isi Al Quran, yaitu :


1. Keimanan:
Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa terdapat dalam ayat 2, dimana dinyatakan dengan tegas bahwa segala puji dan ucapan syukur atas suatu nikmat itu bagi Allah, karena Allah adalah Pencipta dan sumber segala nikmat yang terdapat dalam alam ini. Diantara nikmat itu ialah : nikmat menciptakan, nikmat mendidik dan menumbuhkan, sebab kata Rab dalam kalimat Rabbul-'aalamiin tidak hanya berarti Tuhan atau Penguasa, tetapi juga mengandung arti tarbiyah yaitu mendidik dan menumbuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa segala nikmat yang dilihat oleh seseorang dalam dirinya sendiri dan dalam segala alam ini bersumber dari Allah, karena Tuhan-lah Yang Maha Berkuasa di alam ini. Pendidikan, penjagaan dan Penumbuahn oleh Allah di alam ini haruslah diperhatikan dan dipikirkan oleh manusia sedalam-dalamnya, sehingga menjadi sumber pelbagai macam ilmu pengetahuan yang dapat menambah keyakinan manusia kepada keagungan dan kemuliaan Allah, serta berguna bagi masyarakat. 


Oleh karena keimanan (ketauhidan) itu merupakan masalah yang pokok, maka didalam surat Al Faatihah tidak cukup dinyatakan dengan isyarat saja, tetapi ditegaskan dan dilengkapi oleh ayat 5, yaitu : Iyyaaka na'budu wa iyyaka nasta'iin (hanya Engkau-lah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan). Janji memberi pahala terhadap perbuatan yang baik dan ancaman terhadap perbuatan yang buruk.


Yang dimaksud dengan Yang Menguasai Hari Pembalasan ialah pada hari itu Allah-lah yang berkuasa, segala sesuatu tunduk kepada kebesaran-Nya sambil mengharap nikmat dan takut kepada siksaan-Nya. Hal ini mengandung arti janji untuk memberi pahala terhadap perbuatan yang baik dan ancaman terhadap perbuatan yang buruk. Ibadat yang terdapat pada ayat 5 semata-mata ditujukan kepada Allah, selanjutnya lihat no. [6].


2. Hukum-hukum:
Jalan kebahagiaan dan bagaimana seharusnya menempuh jalan itu untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Maksud "Hidayah" disini ialah hidayah yang menjadi sebab dapatnya keselamatan, kebahagiaan dunia dan akhirat, baik yang mengenai kepercayaan maupun akhlak, hukum-hukum dan pelajaran.


3. Kisah-kisah:
Kisah para Nabi dan kisah orang-orang dahulu yang menentang Allah. Sebahagian besar dari ayat-ayat Al Quran memuat kisah-kisah para Nabi dan kisah orang-orang dahulu yang menentang. Yang dimaksud dengan orang yang diberi nikmat dalam ayat ini, ialah para Nabi, para shiddieqiin (orang-orang yang sungguh-sungguh beriman), syuhadaa' (orang-orang yang mati syahid), shaalihiin (orang-orang yang saleh). Orang-orang yang dimurkai dan orang-orang yang sesat, ialah golongan yang menyimpang dari ajaran Islam.


Perincian dari yang telah disebutkan diatas terdapat dalam ayat-ayat Al Quran pada surat-surat yang lain.




Semoga bermanfaat